Diawali pada September 2012, dari sebuah rumah kontrakan kecil di belakang terminal Dago, Kota Bandung, Iskandar mendidik 3 orang santri yang berasal dari Tasikmalaya.
Perjuangan untuk mencetak penghafal Al Qur’an yang mandiri ini diawali pada September 2012. Dari sebuah rumah kontrakan kecil di belakang terminal Dago Kota Bandung, Iskandar mendidik 3 orang santri yang berasal dari Tasikmalaya. Tiga orang santri tersebut terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki. Sebulan kemudian santri bertambah satu orang, sehingga santrinya menjadi empat orang. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan formal, para santri juga sekolah di SMP dan SMA Al-Falah Dago Bandung.
Tidak mudah bagi Iskandar untuk bisa menyiapkan dana kontrakan rumah 9 juta pertahun, terlebih ia masih harus berkuliah dan mencari nafkah. Iskandar pun hanya mampu membayar sepertiga harga sewa yakni 3 juta saja. Lantas bagaimana memenuhi 6 juta kekurangannya? Iskandar pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa. Iskandar tetap memelihara keteguhan hati dan semangat kuat sebagai energi ekstra untuk bisa mewujudkan impian.
Dan, lihatlah! Tak butuh waktu lama bagi Sang Maha Berkehendak untuk bertindak. Iskandar tidak lagi bingung mencari dana untuk menutup uang sewa kontrakan sebab ia telah mendapatkan rumah luas untuk ditempati secara gratis pula. Pada bulan November 2012, Iskandar dipertemukan dengan seorang tokoh masyarakat bernama H. Soleh di Dago Giri. Beliau menawarkan sebuah bangunan yang dimilikinya untuk ditempati sebagai sarana santri menghafalkan Al Qur’an.
Ahad tanggal 25 November 2012 merupakan salah satu tonggak bersejarah bagi Iskandar dalam mewujudnyatakan impian. Pada tanggal tersebut Iskandar bersama empat santrinya menempati rumah H.Soleh. Setelah sebelumnya dibersihkan agar layak huni.
Tak ingin rumah luas itu hanya ditinggali empat santri, Iskandar berencana menambah jumlah santri. Ia pun melakukan broadcast atau membagikan pesan secara massal dalam Blackberry Messenger (BBM) .
Adapun isi broadcast yang dibagikan Iskandar pada BBM-nya adalah
“Dicari 20 orang santri yang ingin menghafal Alquran ‘gratis’”.
Respons yang positif dari broadcast tersebut sungguh di luar dugaan. Ternyata broadcast Iskandar tersebut di sebarkan kembali oleh teman-temannya sehingga dalam dua hari setelah itu banyak telepon masuk kepada Iskandar dan kontak BBM-nya yang sebelumnya hanya berjumlah 150 kontak bertambah dengan pesat yaitu sampai sekitar 2000 kontak.
Pada bulan Januari 2013 tepatnya pada libur sekolah, sebanyak 20 santri datang mendaftarkan diri untuk belajar di pesantren yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Medan, Palembang, Lombok, Jakarta, Bandung dan daerah-daerah lainnya.
Jumlah santri yang semakin banyak tentunya akan menambah biaya penghidupan untuk Iskandar sekeluarga dan santri. Kebutuhan listrik dan air ditanggung oleh pemilik tempat yaitu H. Soleh, sedangkan kebutuhan santri seperti makan dan lain sebagainya harus ditanggung oleh Iskandar.
Sistem pembiayaan di pesantren ini dapat dikatakan 90% gratis karena dari sekian orang tua atau wali santri sebagian kecil saja yang memberikan infaknya ke pesantren untuk biaya hidup anaknya.
Hal itu menjadikan Iskandar memutar otak mencari cara agar kebutuhan sehari-hari santri dapat tetap terpenuhi. Salah satu upaya yang dilakukan Iskandar adalah dengan menulis artikel berisikan tausiah dengan menyertakan penawaran bersedekah di akhir tausiah tersebut.
Atas ijin Allah, dari bulan Januari 2013 sampai Agustus 2014 atau selama 21 bulan lamanya kebutuhan santri yang banyak dapat terpenuhi dengan baik.
Iskandar tidak merasa nyaman dengan status tempat pinjaman. Ia bercita-cita untuk memiliki lembaga dan tempat sendiri. Dengan dasar itulah Iskandar memberanikan diri untuk meminta ijin kepada H. Soleh selaku pemilik tempat untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain, yang pada saat itu sudah ada beberapa list tempat yang siap disinggahi oleh Iskandar dan santri seperti di Ujung Berung namun tidak jadi, kemudian di Cicaheum juga tidak jadi, sampai akhirnya di Cihanjuang.
Di Cihanjuang inilah akhir dari pesantren Baitul Qur’an dan awal dari babak baru Iskandar dengan tekadnya memiliki lembaga pesantren dan tempat sendiri dimulai.
Kehadiran Iskandar dan santri di tempat H. Soleh yang sebelumnya kosong bahkan terlihat tidak layak huni pada awalnya meninggalkan semangat dalam diri H. Soleh untuk tetap menjalankan syiar agama Islam bersama Ustadz Nino yang sebelumnya merupakan bagian dari Baitul Qur’an yaitu salah satu ustadznya.
Sehingga sepeninggal Iskandar dan santri tempat tersebut tidaklah kembali kosong bahkan berdiri lembaga pendidikan Islam baru yang sekarang dikenal dengan Pesantren Tahfizh Al-Fatih Dago Giri Bandung.
Kepergian Iskandar dari Cihanjuang pada bulan September 2015 diikuti oleh sebagian santri-santrinya, dikarenakan kepergian yang mendadak menjadikan santri laki-laki dan perempuan dipisah dengan jarak yang berjauhan, yaitu santri laki-laki berada di Cijerah Bandung dan santri perempuan di Kadungora Garut.
Pada saat itu Iskandar mendapatkan wakaf tanah di Nagreg Bandung. Setelah bangunan di Nagreg selesai dan dapat ditinggali, tempat tersebut tidak dapat ditempati dikarenakan munculnya berbagai permasalahan di antaranya berupa air yang tidak ada, dan permasalahan-permasalahan lainnya yang tidak dapat sebutkan, yang menjadikan Iskandar dan Santri urung untuk pindah ke Nagreg. Babak lain dari perjuangan Iskandar dan santri pun dimulai kembali.
Setelah urung tinggal di Nagreg, Iskandar dengan santri kembali ke Dago namun bukan di Dago Giri Pasir Muncang tetapi Sukaresmi Dago Bengkok yang jaraknya kurang lebih 1 km dari Dago Giri tempat pertama Iskandar merintis Pesantren.
Pada awalnya santri perempuan masih berada di Kadungora, namun pada bulan Januari 2016 mendapatkan hibah hak guna tanah dan bangunan yang juga berada di Dago, santri perempuan pun Iskandar pindahkan ke tempat tersebut, dan kegiatan pesantren pun tetap berjalan sebagaimana biasanya.
Pada bulan Februari 2016, Iskandar mendapatkan tawaran tanah di jalan Parakan Muncang – Cicalengka Bandung, atau masuk daerah Sumedang. Sebelum menerima tawaran tersebut Iskandar dan keluarga kembali melakukan musyawarah dan pada akhirnya menerima tawaran tersebut.
Di tanah tersebut tidak ada satu pun bangunan selain saung, pada awalnya akad tanah tersebut adalah wakaf dari pemiliknya namun Iskandar tidak ingin kejadian-kejadian sebelumnya kembali terjadi, sehingga akad tanah itu pun tidak lagi akad wakaf akan tetapi jual-beli. Upaya untuk mendapatkan tanah di Cilaku Sumedang dilakukan dengan membayar secara bertahap. Alhamdulillah, akhirnya tanah tersebut dapat terbeli, bahkan luas tanah bertambah.
Bulan Maret 2016 menjadi sejarah bagi Iskandar dan pesantren, di mana pada bulan tersebut menjadi awal dari peletakan batu pertama demi membangun pesantren yang tentunya bukan di tempat dan tanah orang lain lagi akan tetapi di atas tanah miliknya. Barulah pada bulan Agustus 2016 bangunan tersebut sudah dapat ditinggali dan semua santri pun dipindahkan ke Cilaku Sumedang. Dan inilah babak lain yang dihadapi oleh Iskandar dalam mewujudkan mimpinya memiliki lembaga pendidikan sendiri.
Bulan Agustus 2016 adalah saat kepindahan Iskandar dan santri ke pesantren impian yaitu Pesantren Kampung Qur’an Learning Center di Kampung Cilaku, Desa Tegal Manggung, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Di tempat inilah Iskandar dan santri tempati hingga sekarang, di mana jika dihitung dari awal kepindahan hingga sekarang sekitar 1 ½ tahun lamanya dengan penambahan beberapa bangunan baru sebagai fasilitas untuk santri dan ustadz yang mukim di pesantren.
Pesantren Kampung Qur’an Learning Center ini terletak di Kampung Cilaku, Desa Tegal Manggung, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Adapun rute jalan yang dilaluinya sangat mudah untuk diakses yaitu jika berasal dari arah barat dan melalui pintu tol Cileunyi cukup lurus saja menuju arah Tasikmalaya, kemudian belok kiri ke Pasar Parakan Muncang dan belok kanan di pertigaan pertama yang berada sekitar 50 m dari belokan pertama masuk ke Pasar Parakan muncang.
Saat ini pesantren telah mampu melahirkan para penghafal Alquran dari berbagai daerah di Indonesia. Di tahun ke-3 setelah berdirinya PKQLC, atas ijin Allah Swt pesantren sudah dapat memiliki lahan sendiri seluas 10000 M2(meter persegi) yang merupakan hasil patungan dari para donatur, orang tua santri dan simpatisan-simpatisan pesantren lainnya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada awal bulan April tahun 2016 pesantren bertekad mulai membangun asrama untuk santri laki-laki. Dan beberapa bulan kemudian asrama untuk laki-laki pun sudah dapat ditempati. Adapun fasilitas-fasilitas lainnya seperti masjid, asrama santri perempuan, ruang belajar, aula, rumah guru, dapur, kantin, dan lain sebagainya masih dalam perencanaan.
Pesantren Kampung Quran Learning Center pada saat ini membatasi jumlah santrinya pada angka 40 orang, walaupun sesungguhnya jumlah peminat yang ingin belajar di PKQLC sangat tinggi bahkan mencapai angka 750 pendaftar. Pembatasan jumlah santri ini dilakukan demi menjaga kualitas dan efektivitas pembelajaran serta fasilitas yang belum memadai. Pesantren berharap setelah memiliki fasilitas yang memadai dan dinilai mampu membina santri lebih dari 40 santri, tentunya akan dilakukan demi mewujudkan generasi muda yang lebih baik untuk kemajuan negeri ini.
Pesantren Kampung Qur’an Learning Center ini memfokuskan diri dalam mendidik dan membimbing santrinya untuk menghafal Alquran dan memberikan pembinaan keterampilan sehingga dapat memiliki Life Skill untuk bekal kemandirian para santri di masa yang akan datang.
Pengembangan keterampilan yang diselenggarakan pesantren di antaranya adalah pembinaan keterampilan pengobatan alternatif seperti bekam, akupuntur, akupressur, terapi listrik, pijat dan lain-lain. Selain itu juga memberikan materi kecantikan untuk perempuan, keterampilan bertani baik secara konvensional maupun Hydroponic, dan kegiatan-kegiatan positif lainnya yang dinilai akan sangat diperlukan oleh santri saat terjun di masyarakat.
Dari perjalanan Iskandar dan santri yang sangat berliku dan dahsyat bukanlah suatu perjalanan biasa, namun perjalanan yang sangat luar biasa bahkan meninggalkan kesan yang sangat baik di tempat-tempat yang pernah disinggahinya. Terbukti bahwa sekarang ini di Dago, Cihanjuang dan Cijerah berdiri lembaga pendidikan Islam, yaitu di Dago dengan Pesantren Tahfizh Al-Fatih, di Cihanjuang dengan Kampung Qur’an Cendikia, dan di Cijerah dengan Pesantren Rumah Tahfizh Al-Husna. Dan itulah sejarah panjang berdirinya Pesantren Kampung Qur’an Learning Center yang diharapkan dapat berkembang lebih pesat dan tentunya bermanfaat untuk umat.